UMKM Tidak Wajib Lapor Penempatan Harta, dan Update Perpajakan Lain

Jakarta – Direktorat Jenderal Pajak pada hari ini melaksanakan media briefing terkait perkembangan terkini di bidang perpajakan, termasuk pemberlakuan beberapa peraturan baru. Dalam kesempatan ini hadir Direktur Jenderal Pajak, Robert Pakpahan; Direktur Peraturan Perpajakan I, Arif Yanuar; Direktur Peraturan Perpajakan II, Yunirwansyah; Direktur Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan, Yon Arsal; Direktur Pemeriksaan dan Penagihan, Angin Prayitno Aji; dan Kepala Subdit Pencegahan dan Penanganan Sengketa Perpajakan Internasional, Achmad Amin, yang mewakili Direktur Perpajakan Internasional.

Update peraturan yang disampaikan dalam pertemuan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak ini adalah sebagai berikut:

  1. Cara Lain Menghitung Peredaran Bruto (PMK Nomor 15/PMK.03/2018)
    • DJP dapat menggunakan cara lain untuk menghitung besarnya peredaran bruto WP apabila dalam pemeriksaan WP tidak kooperatif sehingga pemeriksa tidak dapat mengetahui peredaran bruto WP.
    • PMK ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum dan panduan yang jelas bagi WP dan DJP dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hasil pemeriksaan.
  2. Rekening Keuangan sebagai Bagian dari Warisan yang Belum Terbagi (PMK Nomor 19/PMK.03/2018)
    • Rekening keuangan yang dipegang oleh wajib pajak yang telah meninggal tidak wajib dilaporkan sepanjang lembaga keuangan telah menerima pemberitahuan resmi (seperti salinan akta kematian atau surat wasiat) bahwa pemilik rekening telah meninggal dunia.
    • Ketentuan ini konsisten dengan Common Reporting Standard untuk pelaksanaan automatic exchange of information.
    • Warisan bukan merupakan objek pajak. Kewajiban perpajakan warisan belum terbagi diwakili oleh ahli waris atau pengurus harta warisan.
  3. Laporan Penempatan Harta Amnesti Pajak (Revisi Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER03/PJ/2017)
    • Penyampaian laporan pengalihan dan realisasi investasi harta tambahan dan/atau penempatan harta tambahan tidak diwajibkan bagi WP UMKM, dan/atau WP yang harta tambahannya semata-mata berada di luar negeri dan tidak dialihkan ke dalam wilayah Indonesia (deklarasi luar negeri).
    • Penyampaian laporan dapat dilakukan secara langsung ke KPP tempat terdaftar atau KP2KP yang ditunjuk oleh Kepala KPP; melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan amplop tertutup dengan bukti pengiriman surat; atau secara elektronik melalui saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
    • WP diberikan kesempatan untuk memberikan penjelasan apabila (a) informasi harta tambahan yang dilaporkan tidak sesuai dengan ketentuan, (b) tidak menyampaikan laporan harta tambahan sampai dengan batas pelaporan, atau (c) terdapat ketidaksesuaian atau ketidaklengkapan atas laporan yang disampaikan WP melalui melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dan saluran tertentu.

Selain membahas mengenai beberapa peraturan terkini, dalam kesempatan ini Direktur Jenderal Pajak juga menyampaikan informasi seputar penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT). Hingga 5 Maret 2018, jumlah SPT tahun pajak 2017 yang masuk adalah sekitar 3,2 juta SPT di mana penyampaian secara elektronik yaitu menggunakan e-filing, e-form, dan e-SPT mencapai 72% dan secara manual sebesar 28%. Jumlah penyampaian SPT hingga tanggal 5 Maret ini menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yaitu naik lebih dari 51%.

Ditjen Pajak mengimbau masyarakat untuk segera melaporkan SPT tahun pajak 2017 dengan memanfaatkan fasilitas penyampaian SPT secara elektronik yang dapat dilakukan melalui sistem DJP Online pada laman https://djponline.pajak.go.id.

Batas waktu penyampaian SPT Tahunan tahun pajak 2017 adalah 31 Maret 2018 bagi WP orang pribadi dan 30 April 2018 bagi WP badan, namun penyampaian lebih awal akan lebih baik karena dapat menghindari kemungkinan server overload atau gangguan teknis pada jaringan internet, sehingga wajib pajak terhindar dari risiko terlambat lapor.

Bagi masyarakat/Wajib Pajak yang membutuhkan informasi lebih lanjut seputar perpajakan dan berbagai program dan layanan yang disediakan Ditjen Pajak, kunjungi www.pajak.go.id atau hubungi Kring Pajak di 1500 200.

#PajakKitaUntukKita

***

Informasi lebih lanjut hubungi: Hestu Yoga Saksama Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Telp. 021 5250208

Resume PMK.118/PMK.03/2016

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama, dalam rilisnya mengatakan pada prinsipnya PMK 118/PMK.03/2016 mengatur hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, antara lain: 

Pertama, Bentuk dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan amnesti pajak, misalnya Surat Pernyataan dan Surat Keterangan.

Kedua, Identitas Wajib Pajak yang harus dilengkapi dalam Surat Pernyataan.

Indonesia Foreign Investment – New Negative List

New Negative List

 

The Government has enacted a new Negative List under Presidential Regulation No. 39 of 2014, which became effective on 24 April 2014 ("New Negative List"), although the New Negative List became publicly available only on 2 May 2014. The New Negative List revokes the previous Negative List stipulated under Presidential Regulation No. 36 of 2010.

Bayar Pajak Bisa Langsung Lewat ATM, Mulai 15 November 2013

Ditulis oleh DetikFinance   
Wednesday, 06 November 2013


Jakarta -Pertengahan tahun ini, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menetapkan aturan pajak penghasilan (PPh) 1% untuk pelaku UKM beromzet maksimal Rp 4,8 miliar/tahun, yang harus disetorkan tiap bulan. Untuk pembayaran PPh ini, akan dipermudah lewat ATM.
Dirjen Pajak Fuad Rahmany mengatakan, pengusaha cukup menghitung omzet perbulannya, kemudian menyetorkan 1% dari omzet per bulan ke Ditjen Pajak. Pembayaran bisa lewat ATM, mulai 15 November 2013.

"Menghitung mudah hanya 1% dari omset, membayar mudah lewat ATM, melapornya hanya lewat struk ATM," ucap Dirjen Pajak Fuad Rahmany pada acara sosialisasi pajak UKM di Menara Kadin, Jakarta, Rabu (6/11/2013).

Omzet di Bawah Rp 4,8 M Dikenai PPh 1 persen

Ditulis oleh investor.co.id   

Thursday, 27 June 2013

JAKARTA – Direktorat Jenderal Pajak (Ditjen Pajak) akan memberlakukan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 1% atas usaha dengan omzet tidak melebihi Rp 4,8 miliar, sejak 1 Juli 2013.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Ditjen Pajak Kismantoro Petrus mengatakan, pengenaan PPh ini khusus bagi wajib pajak (WP) orang pribadi dan badan yang mempunyai penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak.

Essential Documents

Doing Business
in Indonesia.

News Archives