Resume PMK.118/PMK.03/2016

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak, Hestu Yoga Saksama, dalam rilisnya mengatakan pada prinsipnya PMK 118/PMK.03/2016 mengatur hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang Pengampunan Pajak, antara lain: 

Pertama, Bentuk dokumen yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan amnesti pajak, misalnya Surat Pernyataan dan Surat Keterangan.

Kedua, Identitas Wajib Pajak yang harus dilengkapi dalam Surat Pernyataan.

Ketiga, tempat Wajib Pajak dapat menyampaikan Surat Pernyataan, yakni di KPP di mana Wajib Pajak terdaftar. Selain itu, pemerintah menentukan tempat tertentu untuk menerima Surat Pernyataan, yakni:
a. KJRI di Hongkong;
b. KBRI di Singapura; dan
c. KBRI di London.
Dalam hal diperlukan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan UU Pengampunan Pajak, Menteri dapat menentukan tempat selain Konsulat dan Kedutaan di atas.

Keempat, Wajib Pajak dengan peredaran usaha sampai dengan Rp4,8 miliar yang dapat memanfaatkan tarif uang tebusan 0,5% apabila mengungkapkan nilai harta sampai dengan Rp 10 miliar dan tarif uang tebusan 2% apabila mengungkapkan nilai harta lebih dari Rp 10 miliar, adalah Wajib Pajak yang:
a. memiliki peredaran usaha hanya bersumber dari penghasilan atas kegiatan usaha; dan
b. tidak menerima penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan/atau pekerjaan bebas.
Pekerjaan bebas antara lain dokter, notaris, akuntan, arsitek, atau pengacara.

Kelima, Wajib Pajak yang memiliki SPV harus mengungkapkan kepemilikan harta beserta utang yang berkaitan secara langsung dengan harta dimaksud dalam daftar rincian harta dan utang.

Keenam, tunggakan pajak yang harus dilunasi sebelum penyampaian Surat Pernyataan meliputi pokok pajak dan biaya penagihan pajak. Dalam hal tunggakan pajak telah dibayar sebagian, penghitungan pokok pajak yang harus dilunasi dilakukan secara proporsional antara besarnya pokok pajak dengan sanksi administrasi.

Ketujuh, bagi Wajib Pajak yang sedang dalam proses pemeriksaan bukti permulaan (bukper) meminta informasi tertulis kepada Dirjen Pajak untuk mengetahui penghitungan pajak yang harus dibayar.

Delapan, bagi WP yang memiliki NPWP sebelum 2016 dan belum lapor SPT PPh Terakhir, wajib lapor SPT PPh Terakhir.

Sembilan, bagi Wajib Pajak yang baru memiliki NPWP setelah tahun 2015, tidak wajib menyampaikan SPT PPh Terakhir, tambahan Harta bersih yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan seluruhnya diperhitungkan sebagai dasar pengenaan uang tebusan.

Sepuluh, Wajib Pajak yang sedang dalam pengajuan upaya hukum, melampirkan Surat pernyataan mencabut permohonan atau pengajuan:
a. Restitusi;
b. Pengurangan/penghapusan sanksi;
c. Pengurangan/pembatalan ketetapan pajak;
d. Pembetulan ketetapan pajak;
e. Keberatan;
f. Banding;
g. Gugatan; dan/atau
h. Peninjauan Kembali.
Surat pernyataan dimaksud dianggap sebagai dasar mencabut permohonan/pengajuan.  Pokok pajak terutang yang harus dilunasi WP kembali pada produk hukum sebelumnya.

Sebelas, sanksi administrasi yang dihapus berupa bunga, denda, kenaikan. Jika sanksi belum diterbitkan produk hukum, tidak dilakukan penerbitan produk hukum. Tata cara penghapusan sanksi dilakukan berdasarkan UU dan PMK ini.

Duabelas, atas Harta yang direpatriasi dan diinvestasikan, Wajib Pajak harus menyampaikan Laporan secara berkala 6 bulan sekali selama 3 tahun sejak direpatriasi dengan ketentuan: a. tanggal 20 Januari untuk periode laporan realisasi investasi Juli sampai dengan Desember; dan b. tanggal 20 Juli untuk periode laporan realisasi investasi Januari sampai dengan Juni. Jika laporan tidak disampaikan sesuai ketentuan, Dirjen Pajak menerbitkan surat peringatan.

Tigabelas, Terhadap WP yang tidak memenuhi kewajiban repatriasi, investasi, pelaporan, berlaku ketentuan, harta bersih tambahan yang diungkap menjadi penghasilan 2016, ditagih dengan SKPKB dengan tarif UU PPh dan sanksi 2% per bulan maksimal 24 bulan dihitung sejak 1 Januari 2017 sampai SKPKB terbit, Uang tebusan menjadi kredit pajak, dan Fasilitas pengampunan pajak tetap berlaku.

Empatbelas, Harta yang belum atau kurang diungkap dalam Surat Pernyataan yang kemudian hari diketemukan oleh DJP, berlaku ketentuan:
a. Harta tersebut menjadi penghasilan saat ditemukan data;
b. Ditagih dengan SKPKB dengan tarif UU PPh dan sanksi 200%;
c. Fasilitas amnesti pajak tetap berlaku.

Limabelas, Wajib Pajak yang tidak mengikuti progam amnesti pajak sampai periode berakhir, berlaku ketentuan:
a. Harta yang diperoleh Wajib Pajak sejak 1 Jan 1985 s/d 31 Desember 2015 yang belum dilaporkan dalam SPT dan ditemukan DJP dalam periode 3 tahun sejak UU berlaku menjadi penghasilan saat ditemukan data;
b. Ditagih dengan SKPKB dengan tarif UU PPh dan sanksi 2% per bulan maksimal 24 bulan sejak saat ditemukan sampai SKPKB terbit;
c. WP tidak berhak mendapatkan fasilitas amnesti pajak (dapat dilakukan pemeriksaan, bukper, penyidikan).

Essential Documents

Doing Business
in Indonesia.

UHY International

Doing Business Guide

News Archives